BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar
Belakang
Adanya kecenderungan sekolah-sekolah membentuk
kelas-kelas unggulan atas dasar prestasi akademik dewasa ini patut dikaji
ulang. Apakah kecenderungan itu didasari atas pertimbangan yang sejalan dengan
tujuan pendidikan kita ataukah karena pertimbangan lain sesuai dengan
permintaan pasar yang bersifat sesaat?
Terlepas dari mana yang benar, fenomena yang muncul
dalam sistem persekolahan yang ada sekarang ini cenderung memperlakukan siswa
secara kurang adil dan kurang humanistis. Siswa pandai diberi label unggul
dengan segala fasilitas yang diberikannya, sementara siswa yang di kelas tak
unggul memperoleh label kurang dan predikat negatif yang lain. Siswa pada kelompok
unggul berkompetisi secara keras dan cenderung individualistik. Sementara siswa
di kelas tidak unggul merasa tidak mampu, frustasi dan selanjutnya menerima
keadaan itu.
Persoalan lain yang menunjukan aspek kompetitif dan
individualistik dalam pendidikan kita adalah model pembelajaran langsung (model
pembelajaran konvensional). Pada pembelajaran konvensional, guru menjadi pusat
pembelajaran, berperan mentransfer dan meneruskan (transmit) informasi
sehingga siswa tidak perlu mengkonstruksi ide-idenya. Tingkat partisipasi siswa
sangat terbatas karena arus interaksi didominasi oleh guru. Bentuk penugasan
dalam pembelajaran ini bersifat individual. Sebagai konsekuensinya, evaluasi
yang diterapkan dikelaspun juga individual.
Dalam hal ini, guru
perlu menyusun dan melaksanakan kegiatan belajar mengajar dimana siswa dapat aktif membangun
pengetahuannya sendiri. Hal ini sesuai dengan pandangan kontruktivisme yaitu
keberhasilan belajar tidak hanya bergantung pada lingkungan atau kondisi
belajar, tetapi juga pada pengetahuan awal siswa. Keberhasilan dalam proses
pembelajaran dipengaruhi oleh dua faktor yaitu faktor internal dan faktor
eksternal. Faktor internal yaitu faktor yang berkaitan dengan diri siswa, diantaranya adalah kemampuan, minat,
motivasi, keaktifan belajar dan lain-lain. Sedangkan faktor eksternal adalah
faktor dari luar diri siswa,
diantaranya adalah model pembelajaran.
Model pembelajaran memiliki andil yang cukup besar
dalam kegiatan belajar mengajar. Kemampuan menangkap pelajaran oleh siswa dapat
dipengaruhi dari pemilihan model pembelajaran yang tepat, sehingga tujuan
pembelajaran yang ditetapkan akan tercapai. Terdapat berbagai macam model
pembelajaran yang dapat dijadikan alternatif bagi guru untuk menjadikan
kegiatan pembelajaran di kelas berlangsung efektif dan optimal. Salah satunya
yaitu dengan menggunakan model pembelajaran kooperatif.
Wagitan (2006) menyimpulkan bahwa pembelajaran
kooperatif dapat menjadi salah satu alternatif karena banyak pendapat
yang menyatakan bahwa pembelajaran aktif termasuk kooperatif mampu meningkatkan
efektivitas pembelajaran. Pembelajaran kooperatif
mengutamakan kerjasama antar siswa untuk mencapai tujuan pembelajaran.
Menggunakan pembelajaran kooperatif dapat mengubah peran guru, dari yang berpusat
pada gurunya ke pengelolaan siswa dalam kelompok-kelompok kecil. Model
pembelajaran kooperatif dapat digunakan untuk mengajarkan materi yang kompleks,
dan yang lebih penting lagi, dapat membantu guru untuk mencapai tujuan
pembelajaran yang berdimensi sosial dan hubungan antar manusia.
Pembelajaran kooperatif memiliki manfaat atau
kelebihan yang sangat besar dalam memberikan kesempatan kepada siswa untuk
lebih mengembangkan kemampuannya. Hal ini dikarenakan dalam kegiatan
pembelajaran kooperatif, siswa dituntut untuk aktif dalam belajar melalui
kegiatan kerjasama dalam kelompok.
1.2 Rumusan
Masalah
Rumusan masalah yang akan
dibahas dalam makalah ini yaitu:
1.2.1
Apa pengertian dari pembelajaran
kooperatif?
1.2.2
Apa saja unsur-unsur dan karakteristik
pembelajaran kooperatif?
1.2.3
Apa saja tipe-tipe dari pembelajaran
kooperatif?
1.2.4
Apa kelebihan dan kekurangan
pembelajaran kooperatif?
1.3
Tujuan
Tujuan dari penyusunan makalah ini yaitu:
1.3.1
Mengetahui tentang pengertian dari
pembelajaran kooperatif.
1.3.2 Mengerti
apa saja unsur-unsur dan karakteristik dari pembelajaran kooperatif.
1.3.3 Mengetahui
tipe-tipe dari pembelajaran kooperatif.
1.3.4
Mengerti kelebihan dan kekurangan dari
pembelajaran kooperatif.
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Pengertian
Pembelajaran Kooperatif
Slavin (1994) menyatakan bahwa “model pembelajaran
kooperatif adalah suatu model pembelajaran dimana para siswa bekerja dalam
kelompok-kelompok kecil untuk saling membantu satu sama lainnya dalam
mempelajari materi pelajaran”.
Johnson & Johnson (1987) dalam Isjoni (2009:17)
menyatakan bahwa “pengertian model pembelajaran kooperatif yaitu mengelompokkan
siswa di dalam kelas ke dalam suatu kelompok kecil agar siswa dapat bekerja
sama dengan kemampuan maksimal yang mereka miliki dan mempelajari satu sama
lain dalam kelompok tersebut”.
Menurut Rustaman (2003:206) dalam www.muhfida.com
(2009) “pembelajaran kooperatif merupakan salah satu pembelajaran yang
dikembangkan dari teori kontruktivisme karena mengembangkan struktur kognitif
untuk membangun pengetahuan sendiri melalui berpikir rasional”.
Lie (2008:12) menyatakan bahwa “model pembelajaran
kooperatif merupakan sistem pembelajaran yang memberi kesempatan kepada siswa
untuk bekerja sama dengan sesama siswa dalam tugas-tugas yang terstruktur”.
Isjoni (2009:15) menyimpulkan bahwa model
pembelajaran kooperatif merupakan terjemahan dari istilah cooperative
learning. Cooperative learning berasal dari kata cooperative
yang artinya mengerjakan sesuatu secara bersama-sama dengan saling membantu
satu sama lainnya sebagai satu kelompok atau satu tim”.
Hasan (1996) menyimpulkan bahwa kooperatif mengandung pengertian bekerjasama dalam
mencapai tujuan bersama. Dalam kegiatan kooperatif, siswa secara individual
mencari hasil yang menguntungkan bagi seluruh anggota kelompoknya.
Sugandi (2002:14) menyatakan bahwa “pembelajaran
kooperatif lebih dari sekedar belajar kelompok atau kerja kelompok karena dalam
belajar kooperatif ada struktur dorongan atau tugas yang bersifat kooperatif
sehingga memungkinkan terjadinya interaksi secara terbuka dan hubungan yang
bersifat interdepedensi efektif diantara anggota kelompok”.
Menurut Sugiyanto (2008:35) “pembelajaran kooperatif
(cooperative learning) adalah pendekatan pembelajaran yang berfokus
pada penggunaan kelompok kecil siswa untuk bekerja sama dalam memaksimalkan
kondisi belajar untuk mencapai tujuan belajar”.
Malik (2011) menyatakan bahwa “pembelajaran
kooperatif merupakan model pembelajaran yang mengintegrasikan keterampilan
sosial yang bermuatan akademis untuk sampai kepada pengalaman individual dan
kelompok, saling membantu, berdiskusi, ber- argumentasi dan saling mengisi
untuk memperoleh pemahaman bersama”.
Menurut Wikipedia (2011) “pembelajaran kooperatif
atau cooperative learning merupakan istilah umum untuk sekumpulan
strategi pengajaran yang dirancang untuk mendidik kerja sama kelompok dan
interaksi antar siswa”.
Dari beberapa definisi diatas dapat diperoleh bahwa pembelajaran
kooperatif merupakan salah satu pembelajaran
efektif dengan cara membentuk kelompok-kelompok kecil untuk saling bekerja sama,
berinteraksi, dan bertukar pikiran dalam proses belajar. Dalam pembelajaran kooperatif,
belajar dikatakan belum selesai jika salah satu teman dalam kelompok belum
menguasai bahan pelajaran.
Falsafah yang mendasari pembelajaran cooperative learning (pembelajaran
gotong royong) dalam pendidikan adalah homo
homini socius yang menekankan bahwa manusia adalah makhluk sosial. Model pembelajaran kooperatif sangat berbeda dengan pengajaran
langsung. Di samping model pembelajaran kooperatif
dikembangkan untuk mencapai hasil belajar akademik, model pembelajaran
kooperatif juga efektif untuk mengembangkan keterampilan sosial siswa.
2.2
Unsur-Unsur dan Karakteristik
Pembelajaran Kooperatif
2.2.1
Unsur-Unsur
Pembelajaran Kooperatif
2.2.1.1 Saling
Ketergantungan Positif
Saling
ketergantungan positif menuntut adanya interaksi promotif yang memungkinkan
sesama siswa saling memberikan motivasi untuk meraih hasil belajar yang
optimal. Tiap siswa tergantung pada anggota
lainnya karena tiap siswa mendapat materi yang berbeda atau tugas yang berbeda,
oleh karena itu siswa satu dengan lainnya saling membutuhkan karena jika ada
siswa yang tidak dapat mengerjakan tugas tersebut maka tugas kelompoknya tidak
dapat diselesaikan.
2.2.1.2 Tanggung
Jawab Perseorangan
Pembelajaran kooperatif juga ditujukan untuk
mengetahui penguasaan siswa terhadap materi pelajaran secara individual. Hasil
penilaian individual tersebut selanjutnya disampaikan guru kepada kelompok agar
semua kelompok dapat mengetahui
siapa anggota kelompok yang memerlukan bantuan dan siapa anggota kelompok yang
dapat memberikan bantuan. Karena
tiap siswa mendapat tugas yang berbeda secara otomatis siswa tersebut harus
mempunyai tanggung jawab untuk mengerjakan tugas tersebut karena tugas setiap
anggota kelompok mempunyai tugas yang berbeda sesuai dengan kemampuannya
yang dimiliki setiap individu.
2.2.1.3 Interaksi
Tatap Muka
Interaksi tatap
muka menuntut para siswa dalam kelompok dapat saling bertatap muka sehingga
mereka dapat melalukan dialog, tidak hanya dengan guru, tetapi juga dengan sesama
siswa. Interaksi semacam ini memungkinkan siswa dapat sa- ling
menjadi sumber belajar sehingga sumber belajar lebih bervariasi dan ini juga
akan lebih memudahkan siswa dalam belajar. Adanya
tatap muka, maka siswa yang kurang
memiliki
kemampuan harus dibantu oleh siswa yang lebih mampu me- ngerjakan tugas individu dalam kelompok
tersebut, agar tugas kelompoknya dapat terselesaikan.
2.2.1.4
Komunikasi antar Anggota Kelompok
Dalam pembelajaran kooperatif
keterampilan sosial seperti tenggang rasa, sikap sopan terhadap teman,
mengkritik ide dan bukan mengkritik teman, berani mempertahan pikiran logis,
tidak mendominasi orang lain, mandiri dan berbagai sifat lain yang bermanfaat
dalam menjalin hubungan antar pribadi se- ngaja diajarkan dalam pembelajaran kooperatif
ini.
Unsur ini juga menghendaki agar para
siswa dibekali de- ngan
berbagai keterampilan berkomunikasi.Sebelum menugaskan siswa dalam kelompok,
guru perlu mengajarkan cara-cara berkomunikasi, karena tidak semua siswa
mempuanyai keahlian mendengarkan dan berbicara. Keberhasilan
suatu kelompok tergantung pada kesediaan para anggotanya untuk sa- ling mendengarkan dan kemampuan mereka
untuk mengutarakan pendapat mereka. Adakalanya siswa perlu diberitahu secara jelas mengenai cara menyanggah pendapat
orang lain tanpa harus menyinggung perasaan orang lain.
2.2.1.5
Evaluasi Proses Kelompok
Pengajar perlu menjadwalkan waktu khusus bagi
kelompok untuk mengevaluasi proses kerja kelompok dan hasil kerja sama mereka
agar selanjutnya bisa bekerja sama dengan lebih efektif. Waktu evaluasi ini
tidak perlu diadakan setiap kali ada kerja kelompok, tetapi bisa diadakan
selang beberapa waktu setelah beberapa pembelajar terlibat dalam kegiatan
pembelajaran cooperative learning.
2.2.2
Karakteristik
Pembelajaran
Kooperatif
2.2.2.1
Dalam kelompoknya, siswa haruslah beranggapan bahwa mereka “sehidup sepenanggungan”.
2.2.2.2
Siswa memiliki tanggung jawab terhadap siswa lainnya dalam kelompok, di samping
tanggung jawab terhadap diri mereka sendiri dalam mempelajari materi yang
dihadapi.
2.2.2.3
Siswa haruslah berpandangan bahwa semua anggota di dalam kelompoknya
memiliki tujuan yang sama.
2.2.2.4
Siswa haruslah membagi tugas dan tanggung jawab yang sama
diantara anggota kelompoknya.
2.2.2.5
Siswa akan diberikan evaluasi atau penghargaan yang akan
berpengaruh terhadap evaluasi seluruh anggota kelompok.
2.2.2.6
Siswa berbagi kepemimpinan dan mereka membutuhkan keterampilan untuk belajar
bersama selama proses belajarnya.
2.2.2.7
Siswa akan diminta mempertanggungjawabkan secara individual materi
yang ditangani di dalam kelompoknya.
2.3
Tipe-Tipe dari Pembelajaran
Kooperatif
Berikut ini adalah beberapa
tipe dari model pembelajaran kooperatif.
2.3.1
Tipe
STAD (Student Team Achievement Division)
Pembelajaran
kooperatif tipe Student Team Achievement Division (STAD) yang
dikembangkan oleh Robert Slavin dan teman-temannya di Universitas John Hopkin merupakan pembelajaran kooperatif
yang paling sederhana, dan merupakan pembelajaran kooperatif yang cocok digunakan
oleh guru yang baru menggunakan pembelajaran kooperatif. Pembelajaran
kooperatif tipe STAD terdiri dari lima tahapan utama sebagai berikut:
2.3.1.1
Presentasi
kelas. Materi pelajaran dipresentasikan
oleh guru dengan menggunakan metode pembelajaran. Siswa mengikuti presentasi
guru dengan seksama sebagai persiapan untuk mengikuti tes berikutnya.
2.3.1.2
Kerja
kelompok. Kelompok terdiri dari 4-5 orang. Dalam kegiatan kelompok ini, para
siswa bersama-sama mendiskusikan masalah yang dihadapi, membandingkan jawaban,
atau memperbaiki miskonsepsi. Kelompok diharapkan bekerja sama dengan
sebaik-baiknya dan saling membantu dalam memahami materi pelajaran.
2.3.1.3
Tes.
Setelah kegiatan presentasi guru dan kegiatan kelompok, siswa diberikan tes
secara individual. Dalam menjawab tes, siswa tidak diperkenankan saling membantu.
2.3.1.4
Peningkatan
skor individu. Setiap anggota kelompok diharapkan mencapai skor tes yang tinggi
karena skor ini akan memberikan kontribusi terhadap peningkatan skor rata-rata
kelompok.
2.3.1.5
Penghargaan
kolompok. Kelompok yang mencapai rata-rata skor tertinggi, diberikan penghargaan.
2.3.2
Tipe
Think-Pair-Share
Think-Pair-Share
merupakan salah satu tipe
pembelajaran kooperatif yang dikembangkan oleh Frank Lyman dari Universitas
Maryland pada tahun 1985. Think-Pair-Share memberikan kepada para siswa
waktu untuk berpikir dan merespon serta saling bantu satu sama lain. Sebagai
contoh, seorang guru baru saja menyelesaikan suatu sajian pendek atau para
siswa telah selesai membaca suatu tugas. Selanjutnya guru meminta kepada para
siswa untuk menyadari secara serius mengenai apa yang telah dijelaskan oleh
guru atau apa yang telah dibaca. Tahapan pembelajaran kooperatif tipe Think-Pair-Share
adalah sebagai berikut.
2.3.2.1 Berpikir (Think): Guru mengajukan pertanyaan atau isu yang terkait dengan
pelajaran dan siswa diberi waktu untuk memikirkan pertanyaan atau isu tersebut
secara mandiri.
2.3.2.2 Berpasangan (Pair): Guru meminta para siswa untuk berpasangan dan mendiskusikan
mengenai apa yang telah dipikirkan. Interaksi selama periode ini dapat
menghasilkan jawaban bersama jika suatu pertanyaan telah diajukan atau
penyampaian ide bersama jika suatu isu khusus telah diidentifikasi. Biasanya
guru mengizinkan tidak lebih dari 4 atau 5 menit untuk berpasangan.
2.3.2.3
Berbagi
(Share): Pada langkah akhir ini guru
meminta pasangan-pasangan tersebut untuk berbagi atau bekerjasama dengan kelas
secara keseluruhan mengenai apa yang telah mereka bicarakan. Pada langkah ini akan
menjadi efektif jika guru berkeliling kelas dari pasangan satu ke pasangan yang
lain, sehingga seperempat atau setengah dari pasangan-pasangan tersebut memperoleh kesempatan untuk
melapor.
2.3.3
Tipe Jigsaw
Jigsaw pertama kali dikembangkan dan
diujicobakan oleh Elliot Aronson dan teman-temannya di Universitas Texas, dan kemudian
diadaptasi oleh Slavin dan teman-teman di Universitas John Hopkins. Arends (1997) dalam bukunya menyimpulkan dengan kutipan
sebagai berikut.
Pembelajaran
kooperatif tipe Jigsaw adalah suatu tipe pembelajaran kooperatif yang terdiri
dari beberapa anggota dalam satu kelompok yang bertanggung jawab atas
penguasaan bagian materi belajar dan mampu mengajarkan materi tersebut kepada
anggota lain dalam kelompoknya. ... Model
pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw merupakan model pembelajaran kooperatif
dimana siswa belajar dalam kelompok kecil yang terdiri dari 4 – 6 orang secara
heterogen dan bekerja sama saling ketergantungan yang positif dan bertanggung
jawab atas ketuntasan bagian materi pelajaran yang harus dipelajari dan
menyampaikan materi tersebut kepada anggota kelompok.
2.3.4
Tipe
NHT (Numbered Heads Together)
Model pembelajaran kooperatif tipe Numbered heads
together (Kepala bernomor) dikembangkan Spencer Kagan. Teknik ini memberi kesempatan
kepada siswa untuk saling membagikan ide-ide dan pertimbangan jawaban yang
paling tepat. Selain itu teknik ini mendorong siswa untuk meningkatkan semangat
kerja sama mereka. Maksud
dari kepala bernomor yaitu setiap anak mendapatkan nomor tertentu, dan setiap
nomor mendapatkaan kesempatan yang sama untuk menunjukkan kemampuan mereka
dalam menguasai materi.
Dengan menggunakan model ini, siswa
tidak hanya sekedar paham konsep yang diberikan, tetapi juga memiliki kemampuan
untuk bersosialisasi dengan teman-temannya, belajar mengemukakan pendapat dan
menghargai pendapat teman, rasa kepedulian pada teman satu kelompok agar dapat
menguasai konsep tersebut, siswa dapat saling berbagi ilmu dan informasi,
suasana kelas yang rileks dan menyenangkan serta tidak terdapatnya siswa yang
mendominasi dalam kegiatan pembelajaran karena semua siswa memiliki peluang
yang sama untuk tampil menjawab pertanyaan. Adapun
langkah-langkah model pembelajaran kooperatif
tipe Numbered heads together antara lain:
2.3.4.1
Siswa dibagi dalam kelompok, setiap
siswa dalam setiap kelompok mendapat nomor.
2.3.4.2
Guru memberikan tugas dan masing-masing
kelompok me- ngerjakannya.
2.3.4.3
Kelompok mendiskusikan jawaban yang
benar dan memastikan tiap anggota kelompok dapat mengerjakannya/menge-tahui jawabannya.
2.3.4.4
Guru memanggil salah satu nomor siswa
dan nomor yang dipanggil melaporkan hasil kerjasama mereka.
2.3.4.5
Tanggapan dari teman yang lain, kemudian
guru menunjuk nomor yang lain.
2.3.5
Tipe
GI (Group Investigation)
Pembelajaran kooperatif tipe GI didasari
oleh gagasan John Dewey
tentang pendidikan yang
menyimpulkan bahwa kelas merupakan cermin masyarakat dan
berfungsi sebagai laboratorium untuk belajar tentang kehidupan di dunia nyata
yang bertujuan mengkaji masalah-masalah sosial dan antar pribadi. Pada dasarnya model ini dirancang untuk
membimbing para siswa mendefinisikan masalah, mengeksplorasi berbagai hal mengenai masalah itu, mengumpulkan data
yang relevan, mengembangkan dan menguji
hipotesis. Tahapan-tahapan
dalam menerapkan pembelajaran kooperatif GI adalah sebagai berikut:
2.3.5.1 Tahap Pengelompokan (Grouping)
Yaitu tahap mengidentifikasi topik yang
akan diinvestigasi serta mebentuk kelompok investigasi, dengan anggota tiap
kelompok 4 sampai 5 orang. Pada tahap ini, yang pertama siswa mengamati sumber, memilih topik, dan
menentukan kategori-kategori topik permasalahan kemudian siswa bergabung pada
kelompok-kelompok belajar berdasarkan topik yang mereka pilih atau menarik
untuk diselidiki, lalu
guru membatasi jumlah anggota masing-masing kelompok antara 4 sampai 5 orang
berdasarkan keterampilan dan keheterogenan.
2.3.5.2 Tahap Perencanaan (Planning)
Tahap Planning atau tahap
perencanaan tugas-tugas pembelajaran. Pada tahap ini siswa bersama-sama
merencanakan tentang: Apa yang mereka pelajari? Bagaimana mereka belajar? Untuk
tujuan apa mereka menyelidiki topik tersebut?
2.3.5.3 Tahap Penyelidikan (Investigation)
Tahap Investigation, yaitu
tahap pelaksanaan proyek investigasi siswa. Pada tahap ini, siswa melakukan
kegiatan sebagai berikut: pertama
siswa mengumpulkan informasi, menganalisis data dan membuat simpulkan terkait
dengan permasalahan-permasalahan yang diselidiki, kemudian masing-masing anggota kelompok
memberikan masukan pada setiap kegiatan kelompok, lalu siswa saling bertukar, berdiskusi,
mengklarifikasi dan mempersatukan ide dan pendapat.
2.3.5.4 Tahap Pengorganisasian (Organizing)
Yaitu tahap persiapan laporan akhir.
Pada tahap ini kegiatan siswa sebagai berikut: pertama anggota kelompok menentukan
pesan-pesan penting dalam proteknya masing-masing, kemudian anggota kelompok merencanakan apa yang akan
mereka laporkan dan bagaimana mempresentasikannya, lalu wakil dari masing-masing kelompok
membentuk panitia diskusi kelas dalam presentasi investigasi.
2.3.5.5 Tahap Presentasi (Presenting)
Tahap presenting yaitu tahap penyajian laporan akhir. Kegiatan
pembelajaran di kelas pada tahap ini adalah sebagai berikut: pertama, penyajian kelompok pada
keseluruhan kelas dalam berbagai variasi bentuk penyajian, kelompok yang
tidak sebagai penyaji terlibat secara aktif sebagai pendengar, kemudian pendengar mengevaluasi,
mengklarifikasi dan mengajukan pertanyaan atau tanggapan terhadap topik yang
disajikan.
2.3.5.6 Tahap Evaluasi (Evaluating)
Pada tahap evaluating atau
penilaian proses kerja dan hasil proyek siswa. Pada tahap ini, kegiatan guru
atau siswa dalam pembelajaran sebagai berikut: pertama siswa menggabungkan
masukan-masukan tentang topiknya, pekerjaan yang telah mereka lakukan, dan
tentang pengalaman-pengalaman efektifnya, kemudian guru dan siswa mengkolaborasi,
mengevaluasi tentang pembelajaran yang telah dilaksanakan, dan penilaian hasil belajar haruslah
mengevaluasi tingkat pemahaman siswa.
2.3.6
Tipe
CIRC (Cooperatif Integrated Reading And
Composition)
Pembelajaran
CIRC dikembangkan oleh Stevans, Madden, Slavin dan Farnish. Pembelajaran
kooperatif tipe CIRC dari segi bahasa dapat diartikan sebagai suatu model
pembelajaran kooperatif yang mengintegrasikan suatu bacaan secara menyeluruh
kemudian mengkomposisikannya menjadi bagian-bagian
yang penting.
Dalam model pembelajaran ini, siswa
ditempatkan dalam kelompok-kelompok kecil yang heterogen, yang terdiri atas 4
atau 5 siswa. Dalam kelompok ini terdapat siswa yang pandai, sedang atau lemah,
dan masing-masing siswa sebaiknya merasa cocok satu sama lain. Dalam kelompok ini tidak dibedakan jenis
kelamin, suku/bangsa, atau tingkat kecerdasan siswa. Dengan pembelajaran
kelompok, diharapkan siswa dapat meningkatkan pikiran kritisnya, kreatif, dan
menumbuhkan rasa sosial yang tinggi. Sebelum dibentuk kelompok, siswa diajarkan
bagaimana bekerjasama dalam suatu kelompok. Siswa diajari menjadi pendengar
yang baik, siswa juga dapat
memberikan penjelasan kepada teman sekelompok, berdiskusi, mendorong teman lain
untuk bekerjasama, menghargai pendapat teman lain, dan sebagainya. Model
pembelajaran ini, dibagi menjadi beberapa fase:
2.3.6.1
Fase Orientasi
Pada fase ini, guru memberikan pengetahuan awal siswa
tentang materi yang akan diberikan. Selain itu guru juga memaparkan tujuan pembelajaran
yang akan dilakukan kepada siswa.
2.3.6.2
Fase Organisasi
Guru membagi siswa ke dalam beberapa
kelompok, dengan memperhatikan keheterogenan akademik. Membagikan bahan bacaan
tentang materi yang akan dibahas kepada siswa. Selain itu menjelaskan mekanisme
diskusi kelompok dan tugas yang harus diselesaikan selama proses pembelajaran
berlangsung.
2.3.6.3 Fase
Pengenalan Konsep
Dengan cara mengenalkan tentang suatu
konsep baru yang mengacu pada hasil penemuan selama eksplorasi. Pengenalan ini
bisa didapat dari keterangan guru, buku paket, film, kli- ping, poster atau media lainnya.
2.3.6.4 Fase
Publikasi
Siswa mengkomunikasikan hasil
temuan-temuannya, membuktikan, memperagakan tentang materi yang dibahas baik
dalam kelompok maupun di depan kelas.
2.3.6.5 Fase
Penguatan dan Refleksi
Pada fase ini guru memberikan penguatan
berhubungan dengan materi yang dipelajari melalui penjelasan-penjelasan ataupun
memberikan contoh nyata dalam kehidupan sehari-hari. Selanjutnya siswa pun diberi
kesempatan untuk mere- fleksikan dan mengevaluasi hasil
pembelajarannya.
2.3.7
Tipe
Make A Match (Membuat Pasangan)
Metode
pembelajaran make a match atau mencari pasangan dikembangkan oleh
Lorna Curran tahun 1994. Salah satu
keunggulan tehnik ini adalah siswa mencari pasangan sambil belajar mengenai
suatu konsep atau topik dalam suasana yang menyenangkan. Langkah-langkah
penerapan metode make a match sebagai berikut:
2.3.7.1
Guru menyiapkan
beberapa kartu yang berisi beberapa konsep atau topik yang cocok untuk sesi pemilihan, satu bagian kartu soal dan bagian lainnya kartu
jawaban.
2.3.7.2
Setiap siswa
mendapatkan sebuah kartu yang bertuliskan soal/jawaban.
2.3.7.3
Tiap siswa
memikirkan jawaban/soal dari kartu yang dipegang.
2.3.7.4
Setiap siswa
mencari pasangan kartu yang cocok dengan kartunya.
2.3.7.5
Setiap siswa
yang dapat mencocokkan kartunya sebelum batas waktu diberi poin.
2.3.7.6
Jika siswa tidak
dapat mencocokkan kartunya dengan kartu temannya (tidak dapat menemukan kartu
soal atau kartu jawaban) akan mendapatkan hukuman, yang telah disepakati
bersama.
2.3.7.7
Setelah satu
babak, kartu dikocok lagi agar tiap siswa mendapat kartu yang berbeda dari
sebelumnya, demikian seterusnya.
2.3.7.8
Siswa juga bisa
bergabung dengan 2 atau 3 siswa lainnya yang memegang kartu yang cocok.
2.3.7.9 Guru bersama-sama dengan siswa membuat kesimpulan
terhadap materi pelajaran.
2.3.8
Tipe
Two Stay Two Stray (TS-TS)
Model pembelajaran kooperatif tipe Two Stay Two Stray
(TS-TS) dikembangkan oleh Spencer Kagan. Metode ini bisa digunakan dalam semua
mata pelajaran dan untuk semua tingkatan usia. Metode pembelajaran kooperatif
tipe Two Stay Two Stray
merupakan sistem pembelajaran kelompok dengan tujuan agar siswa dapat saling
bekerjasama, bertanggung jawab, saling membantu memecahkan masalah dan saling
mendorong untuk berprestasi. Metode ini juga melatih siswa untuk bersosialisasi
dengan baik. Langkah-langkah
pelaksanaan model pembelajaran kooperatif tipe Two Stay Two Stray
seperti yang diungkapkan, antara lain:
2.3.8.1
Guru membagi siswa dalam beberapa
kelompok yang setiap kelompoknya terdiri dari empat siswa. Kelompok yang dibentuk pun merupakan
kelompok heterogen seperti pada pembelajaran kooperatif tipe Two Stay Two Stray
yang bertujuan untuk memberikan kesempatan pada siswa untuk saling
membelajarkan dan saling mendukung.
2.3.8.2
Guru memberikan subpokok bahasan pada
tiap-tiap kelompok untuk dibahas bersama-sama dengan anggota kelompoknya
masing-masing.
2.3.8.3
Siswa bekerjasama dalam kelompok
beranggotakan empat orang. Hal
ini bertujuan untuk memberikan kesempatan kepada siswa untuk dapat terlibat
secara aktif dalam proses berpikir.
2.3.8.4 Setelah
selesai, dua orang dari masing-masing kelompok meninggalkan kelompoknya untuk bertamu
ke kelompok lain.
2.3.8.5
Dua orang yang tinggal dalam kelompok
bertugas membagikan hasil kerja dan informasi mereka ke tamu mereka.
2.3.8.6
Tamu mohon diri dan kembali ke kelompok
mereka sendiri dan melaporkan temuan mereka dari kelompok lain.
2.3.8.7
Kelompok mencocokkan dan membahas
hasil-hasil kerja mereka.
2.3.8.8
Masing-masing kelompok mempresentasikan
hasil kerja mereka.
2.4
Kelebihan dan Kekurangan dari
Pembelajaran Kooperatif
2.4.1
Keunggulan Pembelajaran Kooperatif.
2.4.1.1 Melalui model pembelajaran
kooperatif,
siswa tidak terlalu menggantungkan pada guru, tetapi dapat
menambah kepercayaan kemampuan berfikir sendiri, menemukan informasi dari
berbagai sumber, dan belajar dari siswa yang lain.
2.4.1.2 Model pembelajaran kooperatif dapat
mengembangkan kemampuan, mengungkapkan ide atau gagasan dengan kata-kata secara
verbal dan membandingkannya dengan ide-ide orang lain.
2.4.1.3 Model pembelajaran kooperatif dapat
membantu siswa
untuk menhargai orang
lain dan menyadari akan segala keterbatasannya serta menerima segala perbedaan.
2.4.1.4 Model pembelajaran kooperatif dapat
memberdayakan setiap siswa
untuk lebih bertanggung jawab dalam belajar.
2.4.1.5 Model pembelajaran kooperatif merupakan strategi yang cukup ampuh untuk
meningkatkan prestasi akademik sekaligus kemampuan sosial, termasuk mengembangkan
rasa harga diri, hubungan interpersonal yang positif dengan orang lain,
mengembangkan keterampilan, dan sikap positif terhadap sekolah.
2.4.1.6 Model pembelajaran kooperatif dapat
mengembangkan kemampuan siswa untuk menguji ide dan pemahaman sendiri, menerima
umpan balik. Siswa dapat
memecahkan masalah tanpa takut membuat kesalahan, karena keputusan yang dibuat
adalah tanggung jawab kelompoknya.
2.4.1.7 Model pembelajaran kooperatif dapat
meningkatkan kemampuan siswa
mengelola informasi
dan kemampuan belajar abs- trak menjadi nyata.
2.4.1.8
Interaksi
selama kooperatif berlangsung dapat meningkatkan motivasi dan memberikan
rangsangan berfikir. Hal ini berguna untuk pendidikan jangka panjang.
2.4.2
Kelemahan
Model Pembelajaran Kooperatif.
2.4.2.1 Guru harus mempersiapkan
pembelajaran secara matang, di- samping itu memerlukan lebih banyak tenaga, pemikiran, dan
waktu.
2.4.2.2 Agar proses pembelajaran berjalan
dengan lancar maka dibutuhkan dukungan fasilitas, alat dan biaya yang cukup
memadai.
2.4.2.3 Selama kegiatan diskusi kelompok
berlangsung, ada kecenderungan topik permasalahan yang dibahas meluas sehingga
banyak yang tidak sesuai dengan waktu yang telah ditentukan.
2.4.2.4 Saat diskusi terkadang didominasi
seseorang, hal ini meng-akibatkan
siswa yang lain menjadi pasif.
2.4.2.5
Bisa menjadi tempat mengobrol atau gosip. Hal ini terjadi jika anggota kelompok tidak mempunyai
kedisiplinan dalam belajar, seperti datang terlambat, mengobrol atau bergosip
membuat waktu berlalu begitu saja sehingga tujuan untuk belajar menjadi sia-sia.
BAB III
PENUTUP
3.1
Kesimpulan
3.1.1 Pembelajaran
kooperatif merupakan salah satu pembelajaran
efektif dengan cara membentuk kelompok-kelompok kecil untuk saling bekerja
sama, berinteraksi, dan bertukar pikiran dalam proses belajar. Dalam pembelajaran kooperatif,
belajar dikatakan belum selesai jika salah satu teman dalam kelompok belum
menguasai bahan pelajaran.
3.1.2 Unsur-unsur pembelajaran kooperatif yaitu saling ketergantungan positif, interaksi tatap muka, tanggung jawab perseorangan, komunikasi antar anggota kelompok, evaluasi proses kelompok. Karakteristik pembelajaran kooperatif yaitu siswa harus memiliki tujuan yang sama, rasa saling
menolong, saling bertukar pikiran, saling menghargai, saling membagi tugas, dan
dapat dipertanggungjawabkan secara kolompok.
3.1.3
Tipe-tipe
pembelajaran kooperatif yaitu tipe STAD (Student Team Achievement
Division) yang dikembangkan oleh Slavin
tahun 1978, tipe Jigsaw yang dikembangkan oleh Elliot Arronson dan temannya tahun 1978, tipe GI (Group Investigation) oleh Sholomo Sharan dan temannya tahun 1984, tipe TSP (Think Pair Share), tipe NHT (Numbered Heads
Together), tipe Two Stay Two Stray (TS-TS) yang dikembangkan oleh Spencer Kagan, tipe CIRC (Cooperative
Integrated Reading and Composition) yang dikembangkan
oleh Slavin, Stevans, Madden, dan Farnish, tipe Make A Match (Membuat Pasangan) dikembangkan oleh Lorna Curran tahun 1994.
3.1.4
Keunggulan model pembelajaran
kooperatif yaitu: siswa tidak ber- gantung kepada guru, mampu mengekplorasikan
ide dan gagasannya, saling menerima perbedaan, saling bertukar pendapat,
meningkatkan semangat belajar, siswa menjadi aktif. Kelemahan model pembela- jaran
kooperatif yaitu: dibutuhkan tenaga yang lebih dari guru untuk mengatur siswadan
menyiapkan materi, dapat terjadi perdebatan kecil, siswa lebih cenderung
bergurau dengan temannya, membutuhkan fasili- tas yang memadai, terjadi
perluasan masalah sehingga waktu terbuang sia-sia, terkadang diskusi didominasi
seseorang saja sehingga siswa lain menjadi pasif.
3.2
Saran
3.2.1
Untuk
para pengajar dalam proses pembelajaran lebih baik meng- gunakan strategi
kooperatif dengan berbagai tipe seperti penjelasan di atas karena dapat membuat
siswa lebih cepat menerima daripada meng- gunakan strategi yang konvensional.
3.2.2
Apabila
menggunakan pembelajaran kooperatif guru harus selalu mem- bimbing siswa dalam
berdiskusi agar tujuan pembelajaran dapat ter- capai.
3.2.3
Untuk
mendapatkan hasil yang optimal setiap siswa harus aktif dalam berdiskusi dan
harus saling menghargai setiap pendapat, ide, atau ga- gasan dari anggota yang
lain.
DAFTAR RUJUKAN
Aprilio,
M,
F. Tanpa tahun. Pembelajaran
Kooperatif, (Online), (www.muhfida. com/pembelajaran-cooperative-learning.html), diakses 2 November 2011.
Dzaki, M, F.
2009. Pembelajaran Kooperatif,
(Online), (www.penelitian tindakan kelas.blogspot.com/2009/03/pembelajaran-kooperatif-cooperative. html), diakses 2 November 2011.
Herdian. 2009. Model
Pembelajaran NHT, (Online), (www.herdy07.wordpress. com/2009/04/22/model-pembelajaran-nht-numbered-head-together.html), diakses 2 November 2011.
Ibrahim. 2000. Pembelajaran Kooperatif. Surabaya:
Surabaya University Press.
Isjoni. 2009. Cooperative Learning. Bandung: Alfabeta.
Lie, Anita.
2002. Mempraktikan Cooperative Learning
di Ruang-Ruang Kelas. Jakarta:
Grasindo.
.
Malik, H. 2011. Cooperative
Learning, (Online), (www.edukasi.kompasiana.com/ 2011/11/01/%E2%80%9Ccooperative-learning%E2%80%9D.html), diak- ses 2 November 2011.
Pandoyo. 1992. Strategi
Belajar Mengajar. Semarang: IKIP Semarang Press.
Rudi. 2011. Pembelajaran Kooperatif Tipe TPS, (Online),
(www.rudyunesa.blog- spot.com/2011/07/pembelajaran-kooperatif-tipe-think-pair-share.html), di- akses 2 November 2011.
Slavin, R,
E. 2008. Cooperative
Learning. Bandung:
Nusa Media
Sofa. 2011.
Pembelajaran Kooperatif Tipe CIRC, (Online),
(www.massofa.word- press.com/2011/07/24/menerapkan-pembelajaran-kooperatif-tipe-circ. html),
diakses 2 November 2011.
Tarmizi. 2008. Pembelajaran
Kooperatif Tipe Make a Match, (Online), (www.
tarmizi.wordpress.com/2008/12/03/pembelajaran-kooperatif-tipe-make-a-match.html),
diakses 2 November 2011.
Tanpa nama.
2011. Pembelajaran Kooperatif Tipe TS-TS, (Online),
(www.furaha- sekai.wordpress.com/2011/09/07/pembelajaran-kooperatif-tipe-two-stay-two-stray.html),
diakses 2 November 2011.
Wikipedia. 2011. Pembelajaran Kooperatif, (Online), (www.id.wikipedia.org/ wiki/Pembelajaran_kooperatif.html), diakses 2 November 2011.
Yasa, D.
2008. Pembelajaran Kooperatif Tipe GI, (Online), (www.ipotes.word-press.com/2008/04/28/pembelajaran-kooperatif-tipe-group-investigation-gi.html), diakses 2 November 2011.
Yuliatmoko.
2011. Pembelajaran Kooperatif Tipe STAD, (Online),
(www. yuliatmoko.blogspot.com/2011/10/pembelajaran-kooperatif-tipe-stad.html),
diakses 2 November 2011.
terimakasih
ReplyDeleteSipp
ReplyDeletealhamduillah, akhirnya dapat juga refrensi yang saya butuhkan, terima kasih.
ReplyDeleteMembantu sekali
ReplyDeleteterimakasih kak atas informasiny
ReplyDeleteteriakasih,
ReplyDeleteMakalah atletik
ReplyDeleteMakalah Tugas Mandiri PPKN